Khawatir adalah kata yang tidak asing. Khawatir sudah menjadi bagian kehidupan manusia, walaupun tingkatnya setiap orang tidak sama.
Seorang hamba Tuhan mengatakan bahwa kekhawatiran itu seperti seorang pencuri yang berhasil mencuri senyum seseorang. Dengan kata lain bahwa kekhawatiran itu merampas sukacita di dalam hidup ini.
Khawatir, dalam dari bahasa aslinya, bisa diterjemahkan ”pikiran yang bercabang”, bisa juga diterjemahkan ”pikiran yang tidak fokus”. Banyak sekali yang akan dikerjakan, semua pekerjaan diangap penting untuk dikerjakan, namun pada akhirnya tidak ada satu pun yang bisa diselesaikan. Banyak yang dipikirkan namun tidak ada satu pun yang bisa dilakukan. Memang bisa juga diartikan khawatir itu suatu keadaan yang mencekik, atau keadaan itu membuat seseorang kepepet.
Tuhan Yesus pernah memberikan perumpamaan tentang benih yang disebar. Di antaranya adalah jatuh ke semak duri. Benih itu memang bertumbuh namun terdesak oleh semak duri tersebut sehingga tidak bisa menghasilkan buah seperti yang diharapkan. Lihat yang tertulis didalam Matius 13:22: Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.
Akibat Kekhawatiran
Yang pertama, seorang yang mengalami kekhawatiran di dalam hidup ia akan lebih menonjolkan pikiran-pikiran manusiawinya. Pada saat orang khawatir, sebenarnya orang tersebut sedang dikuasai apa yang terjadi di sekitarnya. Semua dilihat dari kacamata dirinya, dia membandingkan antara kekuatannya sendiri, sikap yang demikian ini menimbulkan kekhawatiran. Pandangan-pandangan Ilahi yang ada di dalam dirinya tergilas oleh sikap membandingkan diri dengan membandingkan apa yang terjadi di sekitarnya.
Yang kedua, kekhawatiran itu juga mengakibatkan orang percaya tidak bisa membedakan antara yang bersifat sementara dengan yang bersifat kekal. Sebagai orang percaya sudah jelas tujuan yang paling utama, tidak lain adalah hidup ini untuk kemuliaan nama Tuhan.
Misalnya, anak sakit. Kita tahu bahwa anak ini pasti akan sembuh, sudah dibawa dokter, sudah diobati, tinggal tunggu sembuh. Namun, justru hal yang sederhana itu menjadi ruwet karena ditambahi oleh pikiran-pikiran yang seharusnya tidak perlu. Bagaimana nanti kalau sakitnya berat, jangan-jangan diagnosisnya salah, dan sebagainya. Kekhawatiran menguasai di dalam hidup ini, sehingga melupakan hal-hal yang bersifat kekal.
Yang ketiga, memperbesar kekhawatiran dan mengimpit kemampuan sehingga tidak bisa menghasilkan buah-buah yang efektif. Tuhan Yesus memberikan contoh benih yang jatuh ke semak duri. Benih itu tidak bisa tumbuh dan menghasilkan buah yang diharapkan karena hidupnya terimpit oleh semak duri. Kalau seseorang membiarkan kekhawatiran itu bertambah besar, pada akhirnya dia akan dikuasai rasa khawatir tersebut. Sebagai akibatnya, hidup tidak tenang, ia tidak bisa bekerja secara maksimal.
Yang keempat, kekhawatiran itu sendiri akan mengimpit hidup kita sehingga kita akan kehilangan sukacita. Dan sebagai akibat itu semua, pandangan-pandangan kita akan menjadi negatif. Setiap peristiwa apapun yang dilihat, akan dilihat dari sisi negatifnya. Baik kepada orang, atau kepada apa yang terjadi di lingkungannya.
Menghadapi Kekhawatiran
Baiklah kita membaca apa yang dikatakan Firman Tuhan yang ditulis oleh Paulus ditujukan kepada jemaat di Filipi seperti yang tertulis dalam Filipi 4:4-7:"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur".
Jika kita simak Firman Tuhan ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orang percaya.
Pertama, walaupun situasi tidak menyenangkan namun hendaknya sukacita itu tidak hilang dari kehidupan ini. Perlu diketahui bahwa ketika Rasul Paulus menulis surat ini, ia berada di dalam penjara. Paulus tidak kehilangan sukacita.
Kedua, jangan sampai meninggalkan kesempatan berbuat baik. Selagi ada kesempatan lakukanlah perbuatan baik itu. Kegiatan melakukan berbuat baik, akan mengurangi rasa khawatir, karena melihat orang lain memiliki nasib yang sama atau malah lebih buruk dari pada kenyataan yang sedang dihadapi sendiri.
Ketiga, menyerahkan kekhawatiran kepada Tuhan. Tuhan adalah Tuhan yang maha bijaksana dan maha perkasa. Ialah yang menentukan langkah-langkah orang percaya. Kita lakukan apa yang bisa kita lakukan dengan segenap hati, namun apa yang tidak bisa kita lakukan kita serahkan kepada Tuhan. Biarlah Ia yang menyelesaikan setiap masalah yang menyebabkan hati kita khawatir.
Seorang hamba Tuhan mengatakan bahwa kekhawatiran itu seperti seorang pencuri yang berhasil mencuri senyum seseorang. Dengan kata lain bahwa kekhawatiran itu merampas sukacita di dalam hidup ini.
Khawatir, dalam dari bahasa aslinya, bisa diterjemahkan ”pikiran yang bercabang”, bisa juga diterjemahkan ”pikiran yang tidak fokus”. Banyak sekali yang akan dikerjakan, semua pekerjaan diangap penting untuk dikerjakan, namun pada akhirnya tidak ada satu pun yang bisa diselesaikan. Banyak yang dipikirkan namun tidak ada satu pun yang bisa dilakukan. Memang bisa juga diartikan khawatir itu suatu keadaan yang mencekik, atau keadaan itu membuat seseorang kepepet.
Tuhan Yesus pernah memberikan perumpamaan tentang benih yang disebar. Di antaranya adalah jatuh ke semak duri. Benih itu memang bertumbuh namun terdesak oleh semak duri tersebut sehingga tidak bisa menghasilkan buah seperti yang diharapkan. Lihat yang tertulis didalam Matius 13:22: Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.
Akibat Kekhawatiran
Yang pertama, seorang yang mengalami kekhawatiran di dalam hidup ia akan lebih menonjolkan pikiran-pikiran manusiawinya. Pada saat orang khawatir, sebenarnya orang tersebut sedang dikuasai apa yang terjadi di sekitarnya. Semua dilihat dari kacamata dirinya, dia membandingkan antara kekuatannya sendiri, sikap yang demikian ini menimbulkan kekhawatiran. Pandangan-pandangan Ilahi yang ada di dalam dirinya tergilas oleh sikap membandingkan diri dengan membandingkan apa yang terjadi di sekitarnya.
Yang kedua, kekhawatiran itu juga mengakibatkan orang percaya tidak bisa membedakan antara yang bersifat sementara dengan yang bersifat kekal. Sebagai orang percaya sudah jelas tujuan yang paling utama, tidak lain adalah hidup ini untuk kemuliaan nama Tuhan.
Misalnya, anak sakit. Kita tahu bahwa anak ini pasti akan sembuh, sudah dibawa dokter, sudah diobati, tinggal tunggu sembuh. Namun, justru hal yang sederhana itu menjadi ruwet karena ditambahi oleh pikiran-pikiran yang seharusnya tidak perlu. Bagaimana nanti kalau sakitnya berat, jangan-jangan diagnosisnya salah, dan sebagainya. Kekhawatiran menguasai di dalam hidup ini, sehingga melupakan hal-hal yang bersifat kekal.
Yang ketiga, memperbesar kekhawatiran dan mengimpit kemampuan sehingga tidak bisa menghasilkan buah-buah yang efektif. Tuhan Yesus memberikan contoh benih yang jatuh ke semak duri. Benih itu tidak bisa tumbuh dan menghasilkan buah yang diharapkan karena hidupnya terimpit oleh semak duri. Kalau seseorang membiarkan kekhawatiran itu bertambah besar, pada akhirnya dia akan dikuasai rasa khawatir tersebut. Sebagai akibatnya, hidup tidak tenang, ia tidak bisa bekerja secara maksimal.
Yang keempat, kekhawatiran itu sendiri akan mengimpit hidup kita sehingga kita akan kehilangan sukacita. Dan sebagai akibat itu semua, pandangan-pandangan kita akan menjadi negatif. Setiap peristiwa apapun yang dilihat, akan dilihat dari sisi negatifnya. Baik kepada orang, atau kepada apa yang terjadi di lingkungannya.
Menghadapi Kekhawatiran
Baiklah kita membaca apa yang dikatakan Firman Tuhan yang ditulis oleh Paulus ditujukan kepada jemaat di Filipi seperti yang tertulis dalam Filipi 4:4-7:"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur".
Jika kita simak Firman Tuhan ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orang percaya.
Pertama, walaupun situasi tidak menyenangkan namun hendaknya sukacita itu tidak hilang dari kehidupan ini. Perlu diketahui bahwa ketika Rasul Paulus menulis surat ini, ia berada di dalam penjara. Paulus tidak kehilangan sukacita.
Kedua, jangan sampai meninggalkan kesempatan berbuat baik. Selagi ada kesempatan lakukanlah perbuatan baik itu. Kegiatan melakukan berbuat baik, akan mengurangi rasa khawatir, karena melihat orang lain memiliki nasib yang sama atau malah lebih buruk dari pada kenyataan yang sedang dihadapi sendiri.
Ketiga, menyerahkan kekhawatiran kepada Tuhan. Tuhan adalah Tuhan yang maha bijaksana dan maha perkasa. Ialah yang menentukan langkah-langkah orang percaya. Kita lakukan apa yang bisa kita lakukan dengan segenap hati, namun apa yang tidak bisa kita lakukan kita serahkan kepada Tuhan. Biarlah Ia yang menyelesaikan setiap masalah yang menyebabkan hati kita khawatir.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda, tapi Sopan ya.....